Rabu, 04 April 2012

Putih Abu Kenanganku part 1



Orang bilang masa-masa SMA adalah masa yang paling berharga dan tidak akan bisa terulang lagi. Aku merasakannya sangat merasakan dan merindukan masa itu. Saat aku dan teman-teman tertawa di ujung kelas, saat aku dan teman-teman membuat hal gila.
Populer? Siapa bilang. Semua orang bisa populer asalkan jangan pernah menghilangkan adab-adab yang berlaku. Kegilaan yang kita lakukan bukan semata untuk mencari ketenaran ataupun agar di anggap eksis di lingkungan sekolah. Kita memang begitu adanya, kegilaan dan kekonyolan yang kita lakukan tak ada maksud lain melainkan itulah sifat kita, walaupun beberapa dari kami memang jutek, dan itu mungkin termasuk aku.
Kantin memang banyak keterkaitannya dengan kehidupan siswa pada saat itu. Ketika merasa bosan, kantin menjadi tempat tujuan utama. Ketika siswa merasa tidak nyaman dengan guru mata pelajaran tertentu, kantin menjadi tempat mengadu dan yang menjadi guru, siapalagi kalau bukan ibu kantinnya, bahkan siswa lebih dekat dengan pemilik kantin daripada guru yang konotasinya adalah orangtua siswa selama disekolah.
Berbeda dengan siswa yang manghabiskan waktunya dikantin, ada siswa aktivis yang kesehariannya adalah sekolah-rapat-pulang-sekolah-rapat-pulang. Bahkan sampai tak kenal waktu ketika rapat mulai membahas hal yang uptodate. Mereka pada dasarnya tidak mau tertinggal info, baik kisruh tentang sekolah, guru ataupun siswa yang terlibat. Tetapi, keaktifan mereka bukan hanya pada organisasi saja melainkan bidang akademik mereka pun patut di acungi jempol. Walaupun tak seperti SMA pada umumnya di kota, serupa tapi tak sama, itulah mereka ‘kader SMAN 1’ yang mampu mengharumkan dan memperbaiki citra almamater sekolah.
Kisah tentang Indahnya masa putih abu memang tak akan ada habisnya. Bahkan kisah itu akan selalu menjadi memori dan terukir di benak kita sepanjang hidup nanti. Apalagi, masa itu adalah masa akhir remaja mencari jati diri dan sudah memiliki rencana untuk hidupnya dimasa akan datang. Karier dan kebahagiaan kedua orangtua selalu di prioritaskan.
Kegalauan anak SMA saat itu adalah satu kata yang bila dibahas tak pernah bosan dan tak ada ujungnya, ya “CINTA”. Aku pernah merasakan cinta, dicintai bahkan pacaran, iya.. ketika SMA aku merasakannya. Sama seperti teman-temanku saat itu. Cara mereka berpacaran, cara mereka mengungkapkan rasa sayang terhadap pasangannya. Tapi, entah mengapa aku merasa risih ketika melihat temanku asik berpacaran didepan umum.  Awal cerita cintaku ketika kelas XII SMA, aku tanpa sengaja bertemu dengan seorang laki-laki aktivis, Ikhwan sebut saja namanya. Lewat salahsatu sahabatku yang sudah mengenalinya bahkan sahabatku pun jatuh cinta, tapi aku yang jadi sasarannya. Dimulai saat dia meminta nomor handphoneku melalui sahabatku. Disitulah awal komunikasiku dan dia berjalan mulus, ya tanpa hambatan sedikitpun.
Setiap dini hari, dia selalu membangunkanku untuk tahajud. Bahkan ketika jam istirahat, dia mengingatkanku untuk meluangkan waktu sholat dhuha. Pertama kali aku merasa risih, tapi lama-kelamaan memudar dan berganti dengan rasa suka. Aku pikir hanya sekedar suka, namun rasa itu berlanjut menjadi cinta. Entah karena factor apa, aku selalu berusaha menepis rasa yang kukira tak wajar itu. Aku takut kalau rasa itu berubah menjadi rasa yang membuat pusing itu, aku takut untuk jatuh dan tak bisa berdiri seperti semula lagi.
Rupanya rasa itu tak bersahabat denganku. Caraku untuk menghindar darinya, malah berbalas rasa rindu yang selalu membuncah. Hal yang tidak pernah aku lupa adalah ketika rindu yang ada menjadi cara syetan untuk menjauhkan pikiranku dari Tuhanku. Aku selalu mengambil air wudhu dan kubuka lembaran demi lembaran mushaf kecilku. Tanpa terasa tetes demi tetes air mataku terjatuh, aku terisak sedu, saat kuingat dosa-dosaku, bahkan dosaku saat ini ketika air mataku terbuang sia-sia.
“Apa ini cinta??” benakku.
Kutorehkan sedikit kata-kata yang menggambarkan hatiku pada diari kesayanganku. Sejak saat itu, aku selalu berdo’a : “jika dia benar untukku dekatkanlah hatinya dengan hatiku. Tapi, jika dia bukan untukku damaikanlah hatiku dengan ketentuanMu”.
Waktu berlalu begitu cepat, hingga akhirnya aku dipertemukan dengannya disuatu acara. Hatiku berdegup tak menentu. “ya Allah, aku jatuh cinta padanya karena caranya mencintaiMu. Tersihir aku melihat kesopanannya, kesholehannya” tanpa disadari aku mengucapkan kata-kata itu, buru-buru aku beristighfar. Tapi hati memang tak bisa dibohongi kalau aku jatuh cinta melihat kesholehannya..
Memang bukan hal yang salah. jatuh cinta, bukan hal tabuh juga dikalangan para remaja. Yang tidak biasa adalah aku, ya aku yang merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Dan yang aku rasakan adalah ketakutan yang besar akan cinta yang tak suci lagi. Dengan tenang tapi memang tak tenang, kucoba untuk putar balik kemudi hati ini, agar rasa cinta ini tetap terarah padaNya. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar